The Passions of Mario: Blanco Renaissance Museum dan Jalak Bali
oleh Fattah Johan
KOMPAS.com - Walaupun mempunyai darah Eropa, Mario Blanco tetap merasa sebagai putra asli Bali. Ia dibesarkan di Bali dan Bali telah membesarkan namanya. Kini, ia ingin berkontribusi kembali kepada Bali – menghidupkan kesenian melukis lewat Blanco Renaissance Museum (dimana ia mengambil alih peran sebagai Direktur setelah ayahnya terlanjur meninggal sebelum pembangunan museum selesai) dan juga berkonsentrasi pada usaha konservasi burung Jalak Bali.
The Blanco Renaissance Museum bisa ditemukan dengan menyusuri Jalan Raya Ubud menuju daerah Campuan. Di sisi kiri jalan raya tersebut, sudah bisa terlihat dengan jelas pintu gerbang museum ini yang dihiasi dengan sedemikian rupa.
Bersiaplah untuk dibuat kagum dari Anda tiba di pintu gerbang depan museum. Begitu pintu dibuka, Anda akan melewati sebuah jalan lorong (archway), membuat nuansa megah tempat ini lebih terasa lagi.
Setelah melewati bundaran jalan masuk ke museum, pengunjung akan dituntun ke area taman, dimana Anda bisa mengitari taman yang cantik dan tertata rapi. Nah, disitulah letak pintu masuk yang sesungguhnya ke museum. Tangga dengan gapura yang dirancang khusus oleh Mario menyerupai tirai menyambut Anda, mengundang tamu-tamu untuk masuk ke suasana yang berbeda.
Gedung museum ini berbentuk lingkaran dan dekorasi interiornya didominasi dengan warna yang terang dan berani. Karya seninya, lukisan cat minyak Antonio Blanco dengan kebanyakan wanita Bali telanjang sebagai obyek lukisan menjadi atraksi utama. Tidak hanya lukisan wanita telanjang, Blanco juga banyak menggambar wanita dalam pose-pose yang sensual.
Menurut Blanco, wanita adalah seni yang paling tinggi, ciptaan Tuhan yang paling indah. Bercinta dengan wanita, menurutnya adalah ekspresi seni yang luar biasa. Semua lukisan, dituturkan oleh Mario, sengaja dipasang sesuai eye-level, memudahkan pengunjung untuk dapat melihat lebih dekat unsur-unsur yang detail dari karya-karya Blanco.
Lukisan-lukisan dipajang sepanjang lantai 1 dan 2, dengan lantai 3 dirancang sebagai tempat tamu menikmati alam terbuka.dan pemandangan perbukitan Ubud yang memikat. Area atap ini pun tidak ketinggalan juga didekorasi dengan patung-patung emas.
Tersambungkan dengan gedung museum namun di area yang terpisah, pengunjung bisa melihat studio tempat Antonio Blanco melukis. Dengan set-up sebagai viewing room, peralatan melukis Blanco tertata dengan rapi, dan beberapa karya-karyanya dijajarkan di satu sisi tembok. Ruang Gallery berada di sebelah studio Antonio.
Di galeri, terpampang foto-foto tamu-tamu kenegaraan, bintang besar, dan berbagai koleksi foto keluarga Blanco dari masa ketika anak-anak Blanco masih kecil. Di ruangan sebelah galeri ini, baru Anda dipersilahkan melihat sisi “nakal” yang menjadi keunikan tata ruang dan dekorasi Renaissance Museum Blanco.
Di ruang ini terdapat lebih banyak lagi karya-karya Blanco yang semakin “naughty”, beberapa foto-foto dari majalah Playboy yang dihiasi dengan pernak-pernik, dan puisi-puisi erotis karya sang maestro. Jelas, bagian museum yang satu ini bukan untuk orang yang tidak tahan dengan referensi humor dan seks. Jika Mario-lah yang berperan sebagai kurator museum, terlihat sudah kemampuannya menerjemahkan museum sesuai keeksentrikan pribadi ayahnya.
Studio Mario Blanco juga bisa dilihat di gedung ini. Lagi-lagi melukis dengan cat minyak, ruangan studio Mario ini tidak mempunyai nuansa yang “liar” seperti ayahnya. Di luar studionya ada satu set alat musik gamelan.
Area lainnya yang bisa dinikmati adalah Bird Park. Sebagai musik yang menjadi satu dengan atmosfir daerah Ubud dan mengiringi suasana di Blanco Renaissance Museum, kicauan Jalak Bali, burung peliharaan Mario yang memang dikembangbiakan di kompleks Museum kerap terdengar.
Jalak Bali
Jalak Bali atau nama ilmiahnya Leucopsar rothschildi adalah sejenis burung pengicau berukuran sedang. Tidak ada perbedaan paras yang terlihat mencolok antara burung jantan dan betina. Ditemukan pertama kali pada tahun 1910, nama ilmiah Jalak Bali merujuk kepada pakar hewan berkebangsaan Inggris, Walter Rothschild, yang merupakan orang pertama yang mendeskripsikan spesies ini ke dunia pengetahuan pada tahun 1912. Keberadaan burung jalak Bali sebagai satu-satunya fauna yang tercatat berhabitat asli hanya di wilayah Bali telah dilindungi oleh Undang-undang.
Dalam daftar Red List yang dibuat oleh Serikat Antarbangsa bagi Konservasi Alam, keberadaan burung cantik nan elok ini sudah dalam kategori Critically Endangered (Kritis/Hampir Punah), hanya satu tingkat di bawah Extinct in the Wild (Tidak terdapat lagi di alam raya).
Menurut banyak sumber, Jalak Bali terancam punah karena memang habitat burung ini sangatlah terbatas. Selain itu, karena Jalak Bali ini termasuk burung favorit kolektor, banyak terjadi penangkapan liar. Tidak heran, karena jika tertangkap, nilai jual burung ini bisa mencapai Rp 40 juta per ekor. Namun, Mario sendiri punya pengertian yang lain tentang kenapa Jalak Bali semakin jarang saja. “Jalak Bali punah karena dia kanibal. Ia akan memakan telur anaknya sendiri kalau ia sedang tidak suka. Namun, karena kita bisa amankan telurnya, jadi it’s OK.“
Lucunya, Mario justru mendapatkan Jalak Bali dari Jerman dan Jepang, dari orang yang berhasil membawa kabur burung jalak Bali dan mengembangbiakkan burung itu. Semenjak kecil, ia selalu menginginkan dan menyukai burung yang jinak. Kebetulan, ia menikahi wanita dari daerah Nagara di bagian Barat provinsi Bali. Daerah tersebut adalah habitat asli Jalak Bali. Jadi ia terpikir ide untuk bergabung grup Pecinta Burung Jalak Bali dan turut aktif berpartisipasi.
Program penangkaran Jalak Bali ini selain dikembangkan oleh Mario, juga dilakukan oleh berbagai kebun binatang di seluruh dunia. Kelompok Pecinta Burung Jalak Bali ini juga menetapkan program Bapak Angkat Burung Jalak Bali. Jika diketahui burung tersebut mati karena mistreatment atau kesalahan dari si Bapak Angkat, ia bisa dikenai denda.
Setelah siap diterbangkan, mereka akan melepas burung itu. Namun, bila ada yang mencuri, Jalak Bali tersebut gampang ditemukan. “Burung itu tidak terbang jauh-jauh, hanya daerah dekat-dekat dengan tempat asalnya, antara Nagara dan Singaraja saja. Jadi kita pasti tahu dimana lokasinya,” ujar Mario. Selain itu, di badan burung tersebut juga telah disisipkan susuk. Susuk tersebut menandakan pemilik burung tersebut. A true artist at heart, Mario must be surrounded by nature’s beauty at all times, including his beloved pets!
*) Fattah Johan adalah Editor-in-Chief OZIP Magazine
Sumber: OZIP Magazine (http://www.ozip.com.au)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar